Jumat, 27 Juli 2012
welcome: Masakan khas daerah berupa sop berkuah dengan baha...
welcome: Masakan khas daerah berupa sop berkuah dengan baha...: Masakan khas daerah berupa sop berkuah dengan bahan-bahan dasar yang terdiri dari usus, hati, otak, daging sapi atau kuda, dimasak dengan...
Sabtu, 14 Juli 2012
selain terkenal sebagai dessert khas Makassar, es yang satu ini oke lho untuk jadi pilihan menu berbuka puasa kamu…
Bahannya nih:
100 gr tepung beras
1 liter santan dari 1 butir kelapa
2 lembar daun pandan
100 gr gula pasir
1/2 sdt garam
1/2 sdt vanilla essence/extract
12 buah pisang raja yang tua
250 ml sirup merah / rozen syrup
es batu sesuai selera
Caranya nih:
siapkan sebuah mangkuk sedang, larutkan tepung beras dengan 400ml santan, lalu sisihkan.
Di panci sedang, tuang sisa santan lalu masukkan daun pandan, gula, garam, vanilla dan panaskan dengan api sedang sampai mendidih. Pastikan diaduk terus agara santan tidak pecah.
Setelah mendidih, tuang larutan tepung beras ke dalam santan, aduk terus sampai mengental dan matang. matikan api, dinginkan dalam suhu ruang, kemudian dinginkan di lemari es minimal 30 menit.
siapkan gelas atau mangkuk kecil, taruh 1 buah pisang lalu potong melintang.
Tuang lima sendok makan bubur santan yang dingin diatasnya.
Garnish dengan sirup merah secukupnya, beri es batu dan siap deh!
Serves: 10-12
Jumat, 13 Juli 2012
Masakan khas daerah berupa sop berkuah dengan bahan-bahan dasar yang terdiri dari usus, hati, otak, daging sapi atau kuda, dimasak dengan bumbu sereh, laos, ketumbar, jintan, bawang merah, bawang putih, garam yang sudah dihaluskan, daun salam, jeruk nipis, dan kacang. Pada umumnya Coto Makassar disajikan/dimakan bersama ketupat.
Nikmati makanan ini disekitar jalan Gagak
Jalangkote
Bahan :
- Tepung terigu 200 gram -
- Telur ayam 1 butir -
- Santan 60 ml -
- Garam 1/2 sdt -
- Minyak goreng 750 ml -
Bahan isi :
- Wortel 75 gram, potong dadu -
- Kentang 75 gram, potong dadu -
- Daging sapi cincang 100 gram -
- Telur rebus 2 butir, potong jadi 6 bagian -
- Tauge 50 gram, siangi -
- Soun 25 gram, rendam hingga lunak -
- Bawang prei 1 batang, iris tipis -
- Air 25 ml -
Bumbu :
- Bawang putih 3 butir, iris tipis -
- Bawang merah 4 butir, iris tipis -
- Merica bubuk 1/4 sdt -
- Pala bubuk 1/4 sdt -
- Kaldu bubuk secukupnya -
- Garam secukupnya -
- Gula pasir secukupnya -
Saus :
- Cabai merah 4 buah -
- Cabai rawit 2 buah -
- Bawang putih 4 siung -
- Bawang merah 3 butir -
- Garam secukupnya -
- Cuka 1/2 sdt -
- Gula 1 sdt -
- Air 200 ml -
Cara membuat :
1. Isi : Panaskan minyak, tumis bawang putih dan bawang merah hingga harum. Tambahkan bawang prei, daging sapi, wortel dan kentang. Tuang air. Masak hingga setengah matang. Masukkan bahan isi dan bumbu lainnya kecuali telur. Masak hingga semua bahan matang. Angkat dan sisihkan.
2.Kulit : Masukkan terigu dalam kom adonan. Tambahkan telur, garam dan santan. Aduk rata. Tambahkan 50 ml minyak goreng panas, uleni ingga adonan kalis. Gilas adonan hingga setebal 3 mm, potong bentuk bulat dengan diameter 10 cm.
3. Ambil 1 lembar kulit, letakkan 2 sdm adonan isi dan 1 potong telur diatasnya.. Katubkan dan rekatkan dengan putih telur membentuk 1/2 lingkaran, pilin tepinya. Lakukan hingga adonan habis.
4. Panaskan sisa minyak, goreng adonan hingga matang. Angkat dan sajikan.
5. Campur semua bahan saus kecuali air dan cuka, Haluskan dengan blender. Panaskan 2 sdm minyak, tumis hingga matang. Angkat. Rebus air, masukkan bumbu tumis dan cuka. Masak hingga matang. Angkat.
6. Sajikan Jalangkote dengan saus.
Tips : Adonan kulit jangan terlalu banyak duuleni dan harus tipis agar hasilnya renyah dan tidak keras
Untuk 10 buah
Makanan khas Makassar yang satu ini adalah salah satu sasaran utama kuliner di daerah Sulawesi Selatan. Sup konro merupakan masakan khas Makassar yang disajikan berupa sop berkuah maupun dibakar dengan bahan-bahan dasar seperti tulang rusuk sapi atau kerbau, dimasak atau dibakar dengan bumbu ketumbar, jintan, sereh, kaloa, bawang merah, bawang putih, garam yang sudah dihaluskan. Sop Konro pada umumnya disajikan atau dimakan bersama nasi putih dan sambal.
Resep Sup Konro
Bahan Sup Konro :
Iga sapi, 500 gram
Air kaldu sapi, 1300 ml
Jahe, 1 cm, parut
Lengkuas, 2 cm, parut
Kayu manis, 1.5 cm
Kapulaga, 3 butir
Cengkih, 2 butir
Minyak goreng, 2 sendok makan
Air asam jawa, 1 sendok makan
Bumbu yang dihaluskan :
Kluwak, 1 buah, ambil dagingnya, rendam dalam air panas
Kelapa sangrai, 2 sendok makan
Bawang putih, 2 siung
Bawang merah, 6 butir
Kemiri, 3 butir, sangrai
Kunyit, 1 cm
Ketumbar, 1 sendok teh
Jinten, 1/2 sendok teh
Merica bubuk, 1/4 sendok teh
Garam, secukupnya
Taburan Sup Konro Makassar :
Bawang merah goreng, secukupnya
Daun bawang, 2 batang, iris tipis
Cara memasak Sup Konro Makassar :
Rebus air kaldu hingga mendidih.
Masukkan iga sapi, rebus hingga matang dan lunak. Angkat.
Panaskan minyak, tumis bumbu halus, lengkuas, jahe, kayu manis, kapulaga, dan cengkih hingga harum. Angkat.
Masukkan bumbu tumis dalam rebusan iga sapi, aduk rata.
Tuang air asam, didihkan. Angkat.
Tuang sup konro dalam mangkuk saji, taburi bawang goreng dan daun bawang.
Sajikan hangat.
Untuk 4 porsi Sup Konro Makassar.
Dalam kebudayaan Makasar, busana adat merupakan salah satu aspek yang cukup penting. Bukan saja berfungsi sebagai penghias tubuh, tetapi juga sebagai kelengkapan suatu upacara adat. Yang dimaksud dengan busana adat di sini adalah pakaian berikut aksesori yang dikenakan dalam berbagai upacara adat seperti perkawinan, penjemputan tamu, atau hari-hari besar adat lainnya. Pada dasarnya, keberadaan dan pemakaian busana adat pada suatu upacara tertentu akan melambangkan keagungan upacara itu sendiri.
Melihat kebiasaan mereka dalam berbusana, sebenarnya dapat dikatakan bahwa busana adat Makasar menunjukkan kemiripan dengan busana yang biasa dipakai oleh orang Bugis. Meskipun demikian, ada beberapa ciri, bentuk maupun corak, busana yang khas milik pendukung kebudayaan Makasar dan tidak dapat disamakan dengan busana milik masyarakat Bugis.
Pada masa dulu, busana adat orang Makasar dapat menunjukkan status perkawinan, bahkan juga status sosial pemakainya di dalam masyarakat. Hal itu disebabkan masyarakat Makasar terbagi atas tiga lapisan sosial. Ketiga strata sosial tersebut adalah ono karaeng, yakni lapisan yang ditempati oleh kerabat raja dan bangsawan; tu maradeka, yakni lapisan orang merdeka atau masyarakat kebanyakan; dan atu atau golongan para budak, yakni lapisan orangorang yang kalah dalam peperangan, tidak mampu membayar utang, dan yang melanggar adat. Namun dewasa ini, busana yang dipakai tidak lagi melambangkan suatu kedudukan sosial seseorang, melainkan lebih menunjukkan selera pemakainya.
Sementara itu, berdasarkan jenis kelamin pemakainya, busana adat Makasar tentu saja dapat dibedakan atas busana pria dan busana wanita. Masing-masing busana tersebut memiliki karakteristik tersendiri, busana adat pria dengan baju bella dada dan jas tutunya sedangkan busana adat wanita dengan baju bodo dan baju labbunya.
Busana adat pria Makasar terdiri atas baju, celana atau paroci, kain sarung atau lipa garusuk, dan tutup kepala atau passapu. Baju yang dikenakan pada tubuh bagian atas berbentuk jas tutup atau jas tutu dan baju belah dada atau bella dada. Model baju yang tampak adalah berlengan panjang, leher berkrah, saku di kanan dan kiri baju, serta diberi kancing yang terbuat dari emas atau perak dan dipasang pada leher baju. Gambaran model tersebut sama untuk kedua jenis baju pria, baik untuk jas tutu maupun baju bella dada. Hanya dalam hal warna dan bahan yang dipakai terdapat perbedaan di antara keduanya. Bahan untuk jas tutu biasanya tebal dan berwarna biru atau coklat tua. Adapun bahan baju bella dada tampak lebih tipis, yaitu berasal dari kain lipa sabbe atau lipa garusuk yang polos, berwarna terang dan mencolok seperti merah, dan hijau.
Khusus untuk tutup kepala, bahan yang biasa digunakan berasal dari kain pasapu yang terbuat dari serat daun lontar yang dianyam. Bila tutup kepala pada busana adat pria Makasar dihiasi dengan benang emas, masyarakat menyebutnya mbiring. Namun jika keadaan sebaliknya atau tutup kepala tidak berhias benang emas, pasapu guru sebutannya. Biasanya, yang mengenakan pasapu guru adalah mereka yang berstatus sebagai guru di kampung. Pemakaian tutup kepala pada busana pria mempunyai makna-makna dan simbol-simbol tertentu yang melambangkan satus sosial pemakainya.
Kelengkapan busana adat pria Makasar yang tidak pernah lupa untuk dikenakan adalah perhiasan seperti keris, gelang, selempang atau rante sembang, sapu tangan berhias atau passapu ambara, dan hiasan pada penutup kepala atau sigarak. Keris yang senantiasa digunakan adalah keris dengan kepala dan sarung yang terbuat dari emas, dikenal dengan sebutan pasattimpo atau tatarapeng. Jenis keris ini merupakan benda pusaka yang dikeramatkan oleh pemiliknya, bahkan dapat digantungi sejenis jimat yang disebut maili. Agar keris tidak mudah lepas dan tetap pada tempatnya, maka diberi pengikat yang disebut talibannang. Adapun gelang yang menjadi perhiasan para pria Makasar, biasanya berbentuk ular naga dan terbuat dari emas atau disebut ponto naga. Gambaran busana adat pria Makasar lengkap dengan semua jenis perhiasan seperti itu, tampak jelas pada seorang pria yang sedang melangsungkan upacara pernikahan. Lebih tepatnya dikenakan sebagai busana pengantin pria.
Sementara itu, busana adat wanita Makasar terdiri atas baju dan sarung atau lipa. Ada dua jenis baju yang biasa dikenakan oleh kaum wanita, yakni baju bodo dan baju labbu dengan kekhasannya tersendiri. Baju bodo berbentuk segi empat, tidak berlengan, sisi samping kain dijahit, dan pada bagian atas dilubangi untuk memasukkan kepala yang sekaligus juga merupakan leher baju. Adapun baju labbu atau disebut juga baju bodo panjang, biasanya berbentuk baju kurung berlengan panjang dan ketat mulai dari siku sampai pergelangan tangan. Bahan dasar yang kerap digunakan untuk membuat baju labbu seperti itu adalah kain sutera tipis, berwarna tua dengan corak bunga-bunga. Kaum wanita dari berbagai kalangan manapun bisa mengenakan baju labbu.
Pasangan baju bodo dan baju labbu adalah kain sarung atau lipa, yang terbuat dari benang biasa atau lipa garusuk maupun kain sarung sutera atau lipa sabbe dengan warna dan corak yang beragam. Namun pada umumnya, warna dasar sarung Makasar adalah hitam, coklat tua, atau biru tua, dengan hiasan motif kecilkecil yang disebut corak cadii.
Sama halnya dengan pria, wanita makasar pun memakai berbagai perhiasan untuk melengkapi tampilan busana yang dikenakannya Unsur perhiasan yang terdapat di kepala adalah mahkota (saloko), sanggul berhiaskan bunga dengan tangkainya (pinang goyang), dan anting panjang (bangkarak). Perhiasan di leher antara lain kalung berantai (geno ma`bule), kalung panjang (rantekote), dan kalung besar (geno sibatu), dan berbagai aksesori lainnya. Penggunaan busana adat wanita Makasar yang lengkap dengan berbagai aksesorinya terlihat pada busana pengantin wanita. Begitu pula halnya dengan para pengiring pengantin, hanya saja perhiasan yang dikenakannya tidak selengkap itu.
Pakaian adat dan tarian
Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita dan seppa tallung buku untuk laki-laki. Baju Pokko' berupa baju dengan lengan yang pendek. Sedangkan seppa tallung buku berupa celana yang panjangnya sampai dilutut.
Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya.[ts]
SETIAP kali ada pesta perkawinan, sunatan ataupun pesta adat lainnya di Kota Makassar dan sekitarnya, maka tampillah wanita Bugis Makassar dengan pakaian baju bodo-nya yang berwarna ungu atau berwarna merah darah menghiasi pesta itu. Dengan sarung suteranya yang berwarna merah dan kaya warna, sesuai sekali dengan iklim Indonesia yang mempunyai udara yang terang di musim kemarau — menambah keindahan dan cahaya muka wanita itu ditengah helat yang ramai.
Di Sulawesi Selatan terdapat empat etnik: Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Bugis, Makassar, dan Mandar memiliki kesamaan dalam kebudayaan dan cara hidup sehari-hari. Suku Bigis memiliki populasi terbesar dan mendiami sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan. Umumnya orang Bugis tinggal di rumah panggung dari kayu berbentuk segi empat panjang dengan tiang-tiang yang tinggi memikul lantai dan atap. Konstruksi rumah dibuat secara lepas-pasang (knock down) sehingga bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
Orang Bugis memandang rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat manusia dilahirkan, dibesarkan, kawin, dan meninggal. Karena itu, membangun rumah haruslah didasarkan tradisi dan kepercayaan yang diwarisi secara turun temurun dari leluhur.
Orang Bugis membangun rumah tanpa gambar. Pembangunan rumah dilaksanakan oeh Panrita Bola (ahli rumah) dan Panre Bola (tukang rumah). Panrita Bola menangani hal-hal yang bersifat spiritual, adat dan kepercayaan. Sedang Panre Bola mengerjakan hal-hal bersifat teknis, mengolah bahan kayu menjadi komponen struktur sampai rumah berdiri dan siap dihuni.
Sistem struktur dan konstruksi rumah terdiri atas lima komponen:
(1) rangka utama (tiang dan balok induk),
(2) konstruksi lantai,
(3) konstruksi dinding,
(4) konstruksi atap,
(5) konstruksi tangga.
Semuanya dibuat dengan sistem knock down. Tiang, balok induk, dan tangga dibuat dari kayu kelas satu, sedang komponen konstruksi lainnya dibuat dari kayu kelas dua.
Pekerjaan biasanya dimulai dengan membuat Posi Bola (pusar rumah), sebuah tiang yang dianggap sebagai simbol 'perempuan', ibu yang mengendalikan kehidupan di dalam rumah. Jumlah tiang rumah tergantung pada besarnya rumah, biasanya 20 tiang (5x4 baris tiang) atau 30 tiang (5x6 baris tiang). Jumlah tiang menunjukkan status sosial penghuni. Semakin banyak tiangnya semakin tinggi status sosial pemilik rumah. Rumah raja (sao raja), istana raja biasanya memiliki tiang 40 buah atau lebih.
Ragam hias rumah umumnya merupakan ukiran pada ujung balok induk, ambang pintu dan jendela, induk tangga dan ujung puncak bubungan atap.
Rumah adat bugis memiliki arti filosofi tersendiri bagi masyarakat pemangkunya. antaralain:
Dunia Atas (Botting langi) :
Kehidupan diatas alam sadar manusia yang terkait dengan kepercayaan yang tidak nampak (suci, kebaikan, sugesti, sakral). Sebagaimana dalam pemahaman masyarakat pemangkunya (Bugis) bahwa dunia atas adalah tempat bersemayamnya Dewi padi (Sange-Serri). Dengan pemahaman ini banyak masyarakat Bugis menganggap bahwa bagian atas rumah (Botting langi) dijadikan sebagai tempat penyimpanan padi atau hasil pertanian lainnya. Selain itu biasa juga dimanfaatkan untuk tempat persembunyian anak-anak gadis yang sedang dipingit.
Dunia Tengah (Ale-Kawa) :
Kehidupan di alam sadar manusia yang terkait dengan aktivitas keseharian. Ale-Kawa atau badan rumah dibagi menjadi tiga bagian:
(a) Bagian Depan dimanfaatkan untuk menerima para kerabat/keluarga serta tempat kegiatan adat.
(b) Bagian Tengah dimanfaatkan untuk ruang tidur orang-orang yang dituakan termasuk kepala keluarga (Bapak/ibu).
(c) Ruang Dalam dimanfaatkan untuk kamar tidur anak-anak.
Dunia Bawah (Awa Bola/kolong rumah):
Terkait dengan media yang digunakan untuk mencari rejeki, termasuk alat-alat pertanian, tempat menenun, kandang binatang dan tempat bermain bagi anak-anak.
Sumber : http://alexnova-alex.blogspot.com/2011/06/di-sulawesi-selatan-terdapat-empat.html
Rumah Adat Toraja biasa disebut Baruang Tongkonan, tongkonan sendiri mempunyai arti tongkon “duduk“, tempat “an” bisa dikatakan tempat duduk, tetapi bukan tempat duduk arti yang sebenarnya melainkan, tempat orang di desa untuk berkumpul, bermusyawarah, dan menyelesaikan masalah-masalah adat.
Hampir semua rumah orang Toraja menghadap ke arah utara, menghadap ke arah Puang Matua sebetuan orang toraja bagi tuhan yang maha esa. Selain itu untuk menghormati leluhur mereka dan dipercaya akan mendapatkan keberkahan di dunia ini.
Daerah Tana Toraja umumnya merupakan tanah pegunungan kapur dan batu alam dengan ladang dan hutan yang masih luas, dilembahnya terdapat hamparan persawahan.
Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Kalau diamati, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Material kayu dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kualltas kayunya cukup baik dan banyak ditemui di hutan-hutan di daerah Toraja. Kayu di biarkan asli tanpa di pelitur atau pernis.
rumah adat toraja
rumah adat toraja
Rumah Toraja / Tongkonan ini dibagi menjadi 3 bagian: yang pertama kolong (Sulluk Banua), kedua ruangan rumah (Kale Banua) dan ketiga atap (Ratiang Banua).
Pada bagian atap, bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin.
Menilik Latar belakang arsitektur rumah tradisional Toraja menyangkut falsafah kehidupan yang merupakan landasan dari kebudayaan orang Toraja itu sendiri.
Dalam pembangunan rumah adat Tongkonan ada hal-hal yang mengikat atau hal yang di haruskan dan tidak boleh di langgar, yaitu:
Rumah harus menghadap ke utara, letak pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan bumi dan langit merupakan satu kesatuan dan bumi dibagi dalam 4 penjuru mata angin, yaitu:
Utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia di mana Puang Matua berada (keyakinan masyarakat Toraja).
Timur disebut Matallo, tempat metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan.
Barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.
Selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik / angkara murka.
Pembangunan rumah tradisional Toraja biasanya dilakukan secara gotong royong. Rumah Adat Toraja di bedakan menjadi 4 macam:
Tongkonan Layuk, rumah adat tempat membuat peraturan dan penyebaran aturan-aturan.
Tongkonan Pakamberan atau Pakaindoran, rumah adat tempat melaksanakan aturan-aturan. Biasanya dalam satu daerah terdapat beberapa tongkonan, yang semuanya bertanggung jawab pada Tongkonan Layuk.
Tongkonan Batu A’riri, rumah adat yang tidak mempunyai peranan dan fungsi adat, hanya sebagai tempat pusat pertalian keluarga.
Barung-barung, merupakan rumah pribadi. Setelah beberapa turunan (diwariskan), kemudian disebut Tongkonan Batu A’riri.
Bangsawan Toraja yang memiliki Tongkonan umumnya berbeda dengan Tongkonan dari orang biasanya. Perbedaan ini bisa kita lihat pada bagian rumah terdapat tanduk kerbau yang disusun rapi menjulang ke atas, semakin tinggi atau banyak susunan tanduk kerbau tersebut semakin menukjukkan tinggi dan penting status sosial si pemilik rumah.
Kenapa harus tanduk Kerbau? bagi orang Toraja, kerbau selain sebagai hewan ternak mereka juga menjadi lambang kemakmuran dan status. Nah oleh sebab itu kenapa tanduk atau tengkorak kepala kerbau di pajang dan disimpan di bagian rumah karena sebagai tanda bawasannya keberhasilan si pemilik rumah mengadakan sebuah upacara / pesta.
CAKE KUKUS LABU KUNING BINTIK COKELAT
cake kukus labu kuning bintik coklat
Labu kuning yang lembut dan legit memang cocok untuk dimasukkan ke dalam adonan kue. Cobain yuk!
bahan:
5 butir telur
150 gram gula pasir
1 sendok teh emulsifier (sp/tbm)
150 gram tepung terigu protein sedang
1/4 sendok teh baking powder
1/4 sendok teh garam
100 gram labu kuning, dikukus, dihaluskan
30 gram santan kental instan
3 tetes pewarna kuning
50 gram cokelat masak putih, dilelehkan
50 gram margarin, dilelehkan
1/4 sendok teh pasta vanila
25 gram meises cokelat
Cara membuat:
Campur labu kuning, santan, dan pewarna kuning sampai rata. Sisihkan.
Kocok telur, gula pasir, dan emulsifier sampai mengembang.
Tambahkan tepung terigu, baking powder, dan garam sambil diayak dan diaduk rata.
Masukkan campuran labu kuning, cokelat masak putih leleh, margarin leleh, dan pasta vanila sedikit-sedikit sambil diaduk perlahan.
Tambahkan meises. Aduk rata. Tuang adonan di loyang 24x10x7 cm yang dioles margarin dan dialas kertas roti.
Kukus 35 menit dengan pengukus yang sudah dipanaskan di atas api sedang sampai matang.
Senin, 09 Juli 2012
Langganan:
Postingan (Atom)