Jumat, 13 Juli 2012
Dalam kebudayaan Makasar, busana adat merupakan salah satu aspek yang cukup penting. Bukan saja berfungsi sebagai penghias tubuh, tetapi juga sebagai kelengkapan suatu upacara adat. Yang dimaksud dengan busana adat di sini adalah pakaian berikut aksesori yang dikenakan dalam berbagai upacara adat seperti perkawinan, penjemputan tamu, atau hari-hari besar adat lainnya. Pada dasarnya, keberadaan dan pemakaian busana adat pada suatu upacara tertentu akan melambangkan keagungan upacara itu sendiri.
Melihat kebiasaan mereka dalam berbusana, sebenarnya dapat dikatakan bahwa busana adat Makasar menunjukkan kemiripan dengan busana yang biasa dipakai oleh orang Bugis. Meskipun demikian, ada beberapa ciri, bentuk maupun corak, busana yang khas milik pendukung kebudayaan Makasar dan tidak dapat disamakan dengan busana milik masyarakat Bugis.
Pada masa dulu, busana adat orang Makasar dapat menunjukkan status perkawinan, bahkan juga status sosial pemakainya di dalam masyarakat. Hal itu disebabkan masyarakat Makasar terbagi atas tiga lapisan sosial. Ketiga strata sosial tersebut adalah ono karaeng, yakni lapisan yang ditempati oleh kerabat raja dan bangsawan; tu maradeka, yakni lapisan orang merdeka atau masyarakat kebanyakan; dan atu atau golongan para budak, yakni lapisan orangorang yang kalah dalam peperangan, tidak mampu membayar utang, dan yang melanggar adat. Namun dewasa ini, busana yang dipakai tidak lagi melambangkan suatu kedudukan sosial seseorang, melainkan lebih menunjukkan selera pemakainya.
Sementara itu, berdasarkan jenis kelamin pemakainya, busana adat Makasar tentu saja dapat dibedakan atas busana pria dan busana wanita. Masing-masing busana tersebut memiliki karakteristik tersendiri, busana adat pria dengan baju bella dada dan jas tutunya sedangkan busana adat wanita dengan baju bodo dan baju labbunya.
Busana adat pria Makasar terdiri atas baju, celana atau paroci, kain sarung atau lipa garusuk, dan tutup kepala atau passapu. Baju yang dikenakan pada tubuh bagian atas berbentuk jas tutup atau jas tutu dan baju belah dada atau bella dada. Model baju yang tampak adalah berlengan panjang, leher berkrah, saku di kanan dan kiri baju, serta diberi kancing yang terbuat dari emas atau perak dan dipasang pada leher baju. Gambaran model tersebut sama untuk kedua jenis baju pria, baik untuk jas tutu maupun baju bella dada. Hanya dalam hal warna dan bahan yang dipakai terdapat perbedaan di antara keduanya. Bahan untuk jas tutu biasanya tebal dan berwarna biru atau coklat tua. Adapun bahan baju bella dada tampak lebih tipis, yaitu berasal dari kain lipa sabbe atau lipa garusuk yang polos, berwarna terang dan mencolok seperti merah, dan hijau.
Khusus untuk tutup kepala, bahan yang biasa digunakan berasal dari kain pasapu yang terbuat dari serat daun lontar yang dianyam. Bila tutup kepala pada busana adat pria Makasar dihiasi dengan benang emas, masyarakat menyebutnya mbiring. Namun jika keadaan sebaliknya atau tutup kepala tidak berhias benang emas, pasapu guru sebutannya. Biasanya, yang mengenakan pasapu guru adalah mereka yang berstatus sebagai guru di kampung. Pemakaian tutup kepala pada busana pria mempunyai makna-makna dan simbol-simbol tertentu yang melambangkan satus sosial pemakainya.
Kelengkapan busana adat pria Makasar yang tidak pernah lupa untuk dikenakan adalah perhiasan seperti keris, gelang, selempang atau rante sembang, sapu tangan berhias atau passapu ambara, dan hiasan pada penutup kepala atau sigarak. Keris yang senantiasa digunakan adalah keris dengan kepala dan sarung yang terbuat dari emas, dikenal dengan sebutan pasattimpo atau tatarapeng. Jenis keris ini merupakan benda pusaka yang dikeramatkan oleh pemiliknya, bahkan dapat digantungi sejenis jimat yang disebut maili. Agar keris tidak mudah lepas dan tetap pada tempatnya, maka diberi pengikat yang disebut talibannang. Adapun gelang yang menjadi perhiasan para pria Makasar, biasanya berbentuk ular naga dan terbuat dari emas atau disebut ponto naga. Gambaran busana adat pria Makasar lengkap dengan semua jenis perhiasan seperti itu, tampak jelas pada seorang pria yang sedang melangsungkan upacara pernikahan. Lebih tepatnya dikenakan sebagai busana pengantin pria.
Sementara itu, busana adat wanita Makasar terdiri atas baju dan sarung atau lipa. Ada dua jenis baju yang biasa dikenakan oleh kaum wanita, yakni baju bodo dan baju labbu dengan kekhasannya tersendiri. Baju bodo berbentuk segi empat, tidak berlengan, sisi samping kain dijahit, dan pada bagian atas dilubangi untuk memasukkan kepala yang sekaligus juga merupakan leher baju. Adapun baju labbu atau disebut juga baju bodo panjang, biasanya berbentuk baju kurung berlengan panjang dan ketat mulai dari siku sampai pergelangan tangan. Bahan dasar yang kerap digunakan untuk membuat baju labbu seperti itu adalah kain sutera tipis, berwarna tua dengan corak bunga-bunga. Kaum wanita dari berbagai kalangan manapun bisa mengenakan baju labbu.
Pasangan baju bodo dan baju labbu adalah kain sarung atau lipa, yang terbuat dari benang biasa atau lipa garusuk maupun kain sarung sutera atau lipa sabbe dengan warna dan corak yang beragam. Namun pada umumnya, warna dasar sarung Makasar adalah hitam, coklat tua, atau biru tua, dengan hiasan motif kecilkecil yang disebut corak cadii.
Sama halnya dengan pria, wanita makasar pun memakai berbagai perhiasan untuk melengkapi tampilan busana yang dikenakannya Unsur perhiasan yang terdapat di kepala adalah mahkota (saloko), sanggul berhiaskan bunga dengan tangkainya (pinang goyang), dan anting panjang (bangkarak). Perhiasan di leher antara lain kalung berantai (geno ma`bule), kalung panjang (rantekote), dan kalung besar (geno sibatu), dan berbagai aksesori lainnya. Penggunaan busana adat wanita Makasar yang lengkap dengan berbagai aksesorinya terlihat pada busana pengantin wanita. Begitu pula halnya dengan para pengiring pengantin, hanya saja perhiasan yang dikenakannya tidak selengkap itu.
Pakaian adat dan tarian
Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita dan seppa tallung buku untuk laki-laki. Baju Pokko' berupa baju dengan lengan yang pendek. Sedangkan seppa tallung buku berupa celana yang panjangnya sampai dilutut.
Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya.[ts]
SETIAP kali ada pesta perkawinan, sunatan ataupun pesta adat lainnya di Kota Makassar dan sekitarnya, maka tampillah wanita Bugis Makassar dengan pakaian baju bodo-nya yang berwarna ungu atau berwarna merah darah menghiasi pesta itu. Dengan sarung suteranya yang berwarna merah dan kaya warna, sesuai sekali dengan iklim Indonesia yang mempunyai udara yang terang di musim kemarau — menambah keindahan dan cahaya muka wanita itu ditengah helat yang ramai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar